preloader
  Back   

TANGISAN YANG SALAH ARAH

(Yeremia 22:10-12)

“Janganlah kamu menangisi orang mati dan janganlah turut berdukacita karena dia. Lebih baiklah kamu menangisi dia yang sudah pergi, sebab ia tidak akan kembali lagi, ia tidak lagi akan melihat tanah kelahirannya" (Yeremia 22:10)

Dalam kehidupan manusia, tangisan sering menjadi ungkapan duka yang alami. Ketika seseorang meninggal, air mata mengalir karena kehilangan. Namun menariknya, dalam Yeremia 22:10 Tuhan Yesus justru berkata: “Jangan menangisi orang mati, tetapi tangisilah orang yang pergi.” Aneh, bukan? Mengapa Allah melarang tangisan bagi yang mati, tetapi memerintah untuk menangis bagi yang masih hidup? Di zaman Yeremia, bangsa Yehuda menghadapi kehancuran moral dan politik. Banyak orang bersedih karena kematian raja Yosia yang saleh, tetapi mereka tidak menangis atas nasib raja berikutnya, Salum (Yoahas), yang diasingkan ke Mesir karena ketidaksetiaannya kepada Tuhan. Tuhan menegur bangsa itu karena salah arah dalam meratap yaitu mereka menangisi kematian, tetapi tidak menyesali dosa dan kehancuran rohani bangsanya.

Yeremia menyinggung dua raja: Yosia dan anaknya, Salum. Yosia mati dalam perang, tetapi ia beristirahat dalam damai karena hidupnya berkenan kepada Tuhan (2 Raj. 22–23). Sebaliknya, Salum hanya memerintah tiga bulan sebelum dibuang ke Mesir, dan tidak akan kembali lagi. Perintah “jangan menangisi orang mati” berarti Tuhan ingin umat-Nya melihat dari perspektif rohani: kematian orang benar bukan tragedi, tetapi perpisahan sementara dalam damai Tuhan. Sebaliknya, “tangisilah orang yang pergi” menegaskan bahwa hidup jauh dari Allah (meski masih bernafas) adalah kehilangan yang lebih menyedihkan daripada kematian jasmani. Dosa dan ketidaktaatan membawa pembuangan, keterasingan, dan kehilangan berkat.

Renungan ini menantang kita untuk menilai kembali arah tangisan kita. Banyak orang lebih bersedih karena kehilangan materi, posisi, atau orang terkasih, tetapi jarang menangisi dosa sendiri atau kemerosotan iman. Tuhan ingin kita lebih berdukacita atas keadaan rohani yang menjauh dari-Nya. Mari belajar seperti Yeremia, yang menangis bukan karena kehilangan duniawi, tetapi karena bangsa yang meninggalkan Tuhan. Dalam hidup ini, jangan hanya takut mati, tetapi takutlah hidup tanpa Tuhan. Sebab kematian tanpa Kristus adalah kehilangan kekal, tetapi kematian di dalam Kristus adalah awal dari damai sejati. (YS)

Share