preloader
  Back   

HOME SWEET HOME

Bayangkan kita sedang berada di tengah padang gurun yang luas, tenggorokan kering, dan jiwa letih. Tiba-tiba, di kejauhan, tampak sebuah oasis hijau berkilauan, seakan menarik kita dengan begitu kuat, menggugah kerinduan yang begitu dalam. 

Itulah esensi yang ada dalam Mazmur 84, sebuah nyanyian tentang ziarah yang menggema sebagai jeritan terdalam akan perjumpaan ilahi. Mazmur ini ditulis oleh bani Korah untuk menggambarkan umat Yahudi yang dengan setia melakukan perjalanan ke Yerusalem untuk beribadah.  

Di tengah gejolak politik dan rasa terasing, Mazmur ini memancarkan kerinduan akan hadirat Allah, mengingatkan bahwa kepuasan sejati bukanlah pada kenyamanan duniawi, melainkan ditemukan dalam rumah Tuhan.

Ada tiga makna rohani dalam Mazmur 84:

Pertama: Kerinduan mendalam akan rumah Tuhan. Pemazmur berseru, “Betapa indahnya tempat kediaman-Mu, ya TUHAN semesta alam! Jiwaku merindukan, bahkan hancur karena rindu, akan pelataran TUHAN” (ayat 2-3). Bait suci bukan sekadar bangunan, tetapi lambang keintiman dengan Tuhan.  Bahkan burung pipit dan layang-layang pun mendapat tempat teduh di dekat mezbah-Nya (ayat 4), seakan seluruh ciptaan tertarik pada kekudusan Allah.  

Berbahagialah mereka yang tinggal di sana, senantiasa memuji (ayat 5). Dalam dunia yang penuh pilihan, bagian ini menantang kita: apa yang benar-benar kita inginkan? Mazmur ini mengajak kita untuk menyadari kebutuhan kita, dan memilih mengejar hadirat Tuhan di atas kesenangan yang sementara.

Kedua: Ada kekuatan dalam mencari Tuhan: “Berbahagialah orang yang kekuatannya ada pada-Mu, yang di dalam hatinya tertanam jalan-jalan ke Sion” (ayat 6). Lembah Baka yang berarti “air mata”, berubah menjadi tempat penuh mata air dan kolam, lambang pembaruan di tengah penderitaan (ayat 7).  

Para peziarah berjalan “dari kekuatan kepada kekuatan”  hingga akhirnya mencapai Sion (ayat 8). Ini menggambarkan perjalanan iman umat Israel ke Yerusalem, bagaimana iman mengubah kesukaran menjadi pengharapan. Bagi kita, ini adalah peta rohani untuk melewati lembah kehidupan: ketika hati kita tertuju pada Allah, Ia memberi kemampuan untuk terus melangkah, menjadikan air mata sebagai kesaksian.

Ketiga, Ada berkat dalam iman kepada Tuhan. Pemazmur menaikkan doa untuk yang diurapi (ayat 9-10), lalu mengumandangkan sebuah pengakuan yang terkenal: “Sebab satu hari di pelataran-Mu lebih baik daripada seribu hari di tempat lain; aku lebih suka berdiri di ambang pintu rumah Allahku daripada diam dalam kemah orang fasik” (ayat 11).  

Allah digambarkan sebagai “matahari dan perisai”, yang mencurahkan kasih karunia, kemuliaan, dan segala yang baik kepada orang yang hidup tulus (ayat 12). Mazmur ini ditutup dengan janji: “Berbahagialah orang yang percaya kepada-Mu” (ayat 13). Semua ini menegaskan bahwa iman yang teguh adalah kunci pemeliharan ilahi, yang jauh lebih berharga daripada kemewahan dunia yang fana.

Ketika gema Mazmur 84 mereda, tersisa sebuah undangan abadi: di tengah hiruk pikuk digital dan kesibukan tanpa akhir, temukan kembali rumah sejati bagi jiwamu.  

Biarlah Mazmur ini membangkitkan kerinduan untuk mencari hadirat Tuhan setiap hari. Sebab saat kita mendekat kepada-Nya, kita tidak hanya sekadar bertahan hidup, melainkan memperoleh hidup yang berkelimpahan. Karena sesungguhnya, satu hari bersama Tuhan lebih berharga daripada seumur hidup tanpanya, AMEN. (ES)

Share