preloader
  Back   

MAKAN PUJI

"Siapa pagi-pagi sekali memberi selamat dengan suara nyaring, hal itu akan dianggap sebagai kutuk baginya" (Amsal 27:14)

Istilah ‘makan puji’ merujuk kepada efek psikologis ketika seseorang dipuji secara berlebihan. Efek makan puji bisa membuat orang menjadi narsis, merasa puas atas pencapaian dan bangga berlebihan atas apa yang sudah dikerjakan. Apabila orang diberi makan puji terus menerus, bisa-bisa mereka lupa diri dan bahkan membuat performa atau kualitasnya menurun karena terlalu percaya diri.

Mari kita belajar dari Amsal mengenai pujian:
Pertama: Memberi pujian memiliki dampak yang positif: "Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia" (Ef 5:29).  Memberi pujian lewat perkataan adalah hal yang sangat membangun dan menguatkan. Setiap anak perlu bertumbuh dengan pujian dan pada porsi yang tepat, kalimat pujian akan memberikan rasa percaya diri yang cukup bagi mereka untuk mengembangkan potensinya dengan maksimal. Sebaliknya, apabila seorang anak bertumbuh dengan kritikan tanpa pujian, maka tidak heran apabila ia menjadi anak yang ragu-ragu, tidak percaya diri dan takut mengambil keputusan di kemudian hari. 

Kedua: Jangan memuji diri sendiri: "Biarlah orang lain memuji engkau dan bukan mulutmu, orang yang tidak kaukenal dan bukan bibirmu sendiri" (Ams. 27:2). Sekalipun pujian memberi dampak positif, tetapi tidak baik bagi kita memuji diri sendiri, apalagi membangga-banggakan prestasi kepada orang lain. Anak-anak biasanya suka memamerkan mainan baru, keahlian baru dan hal baru yang dibanggakan kepada teman- temannya. Namun demikian, bagi kita yang sudah dewasa, sebaiknya tidak melakukan hal tersebut. Apabila memang ada yang layak dipuji dari hidup kita, lebih baik pujian itu lahir dari mulut orang lain. 

Ketiga: Memuji harus tulus. Dalam ayat di atas, pujian dan ucapan selamat di pagi-pagi sekali dengan suara nyaring adalah tidak baik bahkan dikutuk. Hal ini tidak sedang berbicara ‘timing’ sekalipun hal itu penting. Tidak ada yang suka diganggu tidurnya untuk alasan apa pun sekalipun itu pujian. Dipuji dan diberi selamat dengan suara nyaring bisa jadi adalah promosi gratis, tetapi ini juga tidak baik. Mengapa? Karena penulis amsal sedang berbicara tentang ketulusan. Memberi pujian dan ucapan selamat hendaklah dilakukan dengan tulus hati dan bukan untuk mencari muka. Apalagi untuk memanfaatkan orang lain karena ada yang suka makan puji. 

Akhir kata, dengan tulus, saya sungguh mengagumi para pembaca yang sudah rela meluangkan waktu ditengah kesibukannya untuk membaca tulisan ini. Kalian hebat, kalian adalah pemenang dan kalian adalah sumber inspirasi. Saya berdoa agar pujian saya tepat waktu dan saya berharap tidak ada yang sedang makan puji, AMEN. (ES)

Share